TEMPO Interaktif, Jakarta
- Yurike Pamela, 34 tahun, bingung. Setibanya di kediamannya di Meruya
Ilir Jakarta Barat, televisi LCD 46 inci yang baru dibelinya tidak
menampilkan gambar sekinclong saat menyala di toko. "Kok bisa beda gini
ya?" ujarnya.
Menurut Manajer Produk TV PT Samsung Electronik
Indonesia Ubay Bayanudin banyak konsumen yang melontarkan pertanyaan
seperti Pamela tadi. Sebenarnya tidak ada yang salah dengan televisi
yang makin kini makin ramping itu. "Hanya saja, siaran televisi kita
belum men-support high definition," katanya kepada Tempo, Selasa (28/9).
Sejatinya, Televisi Definisi Tinggi atau yang lebih dikenal dengan
HDTV, mampu menampilkan gambar lebih ciamik. Densitasnya antara 1024x768
piksel dan 1366x768 piksel, sekitar 5 kali lebih padat ketimbang teve
standar atau SDTV. Di atasnya ada Full-HD dengan resolusi 1920-1080
piksel. Toko memajangnya dengan label HD ready atau 768p untuk HD dan
Full-HD ready atau 1080p untuk Full-HD.
Sayangnya siaran yang
bisa kita nikmati di Indonesia baru sekelas televisi standar, termasuk
tayangan cakram video digital atau DVD. "Kualitas HD seperti menonton
DVD blue-ray," ujar Ubay. Tayangan sekelas itu yang diputar toko saat
memajang televisi yang mereka lego.
Saat ini, baru PT First
Media Tbk yang memberikan layanan definisi tinggi bagi pelanggannya. Itu
pun masih terbatas pada kanal film HBO dan ESPN.
Menurut
Ubay, perkembangan seperti ini tergolong normal. Dia mencontohkan
telepon genggam 3G muncul lebih dahulu ketimbang layanan provider yang
menyokong teknologi itu.
Akibatnya, untuk sementara waktu,
pemilik HDTV tidak dapat memanfaatkan layar kacanya secara maksimal.
Namun itu tidak akan lama. Melirik negara tetangga, seperti Malaysia dan
Singapura, yang sudah menyiarkan HD, Indonesia akan terseret. "Mungkin
sekitar tiga tahun lagi sudah marak," katanya.
REZA M
No comments:
Post a Comment